nurbaitillahakun5.blogspot.com/search?q=forex+insurance

Minggu, 07 Juni 2015

Peraturan, Regulasi dan Aspek Bisnis di bidang TI

Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun perdatanya.

Saat ini telah lahir hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.

Di Indonesia, sudah ada UU ITE, UU No. 11 tahun 2008 yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektonik, Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.

Peraturan dan Regulasi
Peraturan adalah salah satu bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Jadi, kita harus menaati peraturan agar semua menjadi teratur dan orang akan merasa nyaman. Peraturan adalah tindakan yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan (Joko Untoro & Tim Guru Indonesia).

Regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).

Peraturan di Bidang IT
1.      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3881 ).
2.      Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang lnformasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4843).
3.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan lnformasi Publik (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4846).
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3980).
5.      Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
6.      Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
7.      Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 84lP Tahun 2009 tentang Susunan Kabinet lndonesia Bersatu I1 Periode 2009 – 2014.
8.      Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 31 /PER/M.KOMINF0/0912008.
9.      Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 03/PM.Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan Pada Beberapa KeputusanlPeraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi.
10.  Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 26/PER/M.KOMINF0/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 16/PER/M.KOMINF0/10/2010.
11.  Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 01/PER/M.KOMINF0101/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.
12.  Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 17/PER/M.KOMINFO/1 01201 0 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika.


Regulasi di Bidang IT
1.    Regulasi Bisnis di Bidang Merek
Terkait dengan berbagai kasus merek yang terjadi perlu untuk diketahui apa pengertian dari merek itu sendiri. Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi :

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.

Indonesia adalah negara hukum dan hal itu diwujudkan dengan berbagai regulasi yang telah dilahirkan untuk mengatasi berbagai masalah. Berkaitan dengan kasus-kasus terkait merek yang banyak terjadi. Tidak hanya membuat aturan-aturan dalam negeri, negeri ini juga ikut serta dalam berbagai perjanjain dan kesepakatan internasional. Salah satunya adalah mengesahkan pertemuan Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000, Indonesia sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Including Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia  sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization). Isi perjanjian bisa dilihat di https://www.wto.org/english/tratop_e/trips_e/t_agm0_e.htm

2.    Regulasi Bisnis di Bidang Perlindungan Konsumen
Peraturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati rancangan undang-undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 April 1999.

Ada dua jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu :
§  Perlindungan Priventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.
§  Perlindungan Kuratif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu oleh konsumen. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.

3.    Regulasi Larangan Praktek Monopoli
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.

Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

4.    Regulasi di Bidang Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . Tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.

Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (Ordonnance Du Commerce) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun Ordonnance Du Commerce yang mengatur tenteng kedaulatan.

Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah “ruang dan waktu”. Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Semakin banyak munculnya kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Maka dibuatlah sebuah regulasi konten, yaitu :
§  Keamanan nasional : instruksi pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah, aktivitas teroris.
§  Protection of minors (Perlindungan pelengkap) : abusive forms of marketing, violence, pornography
§  Protection of human dignity(Perlindungan martabat manusia) : hasutan kebencian rasial, diskriminasi rasial.
§  Keamanan ekonomi : penipuan, instructions on pirating credit cards, scam, cybercrime.
§  Keamanan informasi : Cybercrime, Phising
§  Protection of Privacy
§  Protection of Reputation
§  Intellectual Property

Peraturan dalam Cyberlaw
Sebagai orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan sehari-hari sebaiknya kita membaca undang-undang transaksi elektronis yang telah disyahkan pada tahun 2008. Undang-undang tersebut dapat didownload dari website http://www.ri.go.id dan dapat langsung membaca bab VII yang mengatur tentang tindakan yang dilarang.

Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.

Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasus carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.

Cyberlaw di Indonesia
Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) atau yang disebut cyberlaw, digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.

UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis diinternet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
  §  Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan
  §  Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan
      §  Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti
      §  Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking
  §  Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi

Tentang UU ITE
UU ITE  (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik )adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia

UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI.

Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik. Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.

Keterbatasan UU Telekomunikasi dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Salah satu UU yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi informasi yaitu UU N0. 36. Isi dari UU No. 36 adalah apa arti dari telekomunikasi, asas dan tujuan dari telekomunikasi, penyelenggaraan, perizinan, pengamanan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana dari pengguanaan telekomunikasi, yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPR RI.

Pada UU No. 36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan antar bangsa

Aspek bisnis di bidang teknologi informasi
Teknologi Informasi kini berkembang semakin pesat. Teknologi Informasi bukan hanya sebatas teknologi komputer. Teknologi Informasi merupakan semua perangkat atau peralatan yang dapat membantu seseorang bekerja dan segala hal yang berhubungan dengan suatu proses, dan juga bagaimana suatu informasi itu dapat sampai ke pihak yang membutuhkan, baik berupa data, suara ataupun video. Dalam bidang Ekonomi dan bisnis, perkembangan Teknologi sangat berpengaruh terhadap aspek ekonomi dan bisnis di dunia dan secara khusus di Indonesia. Dalam dunia ekonomi dan bisnis, Teknologi Informasi dimanfaatkan untuk perdagangan. Namun dalam  mendirikan suatu badan usaha atau bisnis khusunya di bidang IT, ada beberapa yang harus kita ketahui dan lakukan yaitu berupa prosedur dalam pendirian bisnis.

Prosedur Pendirian Bisnis
Berikut prosedur pendirian bisnis yang harus kita lakukan sebelum memulai membangun usaha atau bisnis:
1.      Mengajukan permohonan rekomendasi kepada walikota/bupati.
2.      Mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan cara mengisi formulir surat Izin Mendirikan Bangunan yang ditujukan kepada walikota/bupati dengan Cq. Kepala dinas permukiman, disertai dengan persyaratan dokumen yang diperlukan.
3.      Mengajukan Permohonan Izin Gangguan.
4.      Mengisi formulir surat pernyataan kesanggupan mematuhi ketentuan teknis.
5.      Membuat Tanda Daftar Industri (TDI).

Kontrak Kerja  
1.      Masa percobaan
Masa percobaan dimaksudkan untuk memperhatikan calon buruh (magang), mampu atau tidak untuk melakukan pekerjaan yang akan diserahkan kepadanya serta untuk mengetahui kepribadian calon buruh (magang).
2.      Yang Dapat Membuat Perjanjian Kerja
Untuk dapat membuat (kontrak) perjanjian kerja adalah orang dewasa.
3.      Bentuk Perjanjian Kerja
Bentuk dari Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
4.      Isi Perjanjian Kerja
Pada pokoknya isi dari perjanjian kerja tidak dilarang oleh peraturan perundangan atau tidak bertentangan dengan ketertiban atau kesusilaan.
5.      Jangka Waktu Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu
Dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu, dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali saja dengan waktu yang sama, tetapi paling lama 1 (satu) tahun.
6.      Penggunaan Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat, jenis atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu.
7.      Uang Panjar
Jika pada suatu pembuatan perjanjian kerja diberikan oleh majikan dan diterima oleh buruh uang panjar, maka pihak manapun tidak berwenang membatalkan kontrak (perjanjian) kerja itu dengan jalan tidak meminta kembali atau mengembalikan uang panjar (Pasal 1601e KUH Perdata). Meskipun uang panjar dikembalikan atau dianggap telah hilang, perjanjian kerja tetap ada.

Kontrak Bisnis
Kontrak Bisnis merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang terkait didalamnya bermuatan bisnis. Adapaun bisnis adalah tindakan-tindakan yang mempunyai nilai komersial. Dengan demikian kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial. Dalam pengertian yang demikian kontrak bisnis harus dibedakan dengan suatu kontrak kawin atau perjanjian kawin.

Pakta Integritas
Dalam Pasal 1 Keppres No.80/2003 mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah disebutkan bahwa yang dimaksud Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh pengguna barang/jasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan / penyedia barang/jasa yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan KKN dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Pakta Integritas merupakan suatu bentuk kesepakatan tertulis mengenai tranparansi dan pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa barang publik melalui dokumen-dokumen yang terkait, yang ditandatangani kedua belah pihak, baik sektor publik maupun penawar dari pihak swasta. Pelaksanaan dari Pakta tersebut dipantau dan diawasi baik oleh organisasi masyarakat madani maupun oleh suatu badan independen dari pemerintah atau swasta yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut atau yang memang sudah ada dan tidak terkait dalam proses pengadaan barang dan jasa itu. Komponen penting lainnya dalam pakta ini adalah mekanisme resolusi konflik melalui arbitrasi dan sejumlah sanksi yang sebelumnya telah diumumkan atas pelanggaran terhadap peraturan yang telah disepakati yang berlaku bagi kedua belah pihak. Tujuan pakta integritas adalah Mendukung sektor publik untuk dapat menghasilkan barang dan jasa pada harga bersaing tanpa adanya korupsi yang menyebabkan penyimpangan harga dalam pengadaan barang dan jasa barang dan jasa.


Pendapat
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat seperti saat ini diperlukan adanya suatu standar untuk mengaturnya. Peraturan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat mengatur perkembangan, manfaat serta fungsi teknologi informasi menuju kearah yang positif. Namun bukan berarti pemerintah membatasi perkembangan dalam bidang teknologi informasi ini, karena pemanfaatan teknologi informasi memang sangat penting dalam segala aspek bisnis TI. Kesadaran akan peraturan dan regulasi ini dari setiap pelaku bisnis sangat diperlukan untuk mendukung pemanfaatan teknologi informasi sesuai dengan seharusnya. Walaupun tidak dipungkiri pelanggaran peraturan dan regulasi IT ini masih banyak terjadi. Ketegasan hukum dalam hal pelanggaran ini memang perlu ditegakkan, agar tidak ada lagi kalangan yang merasa dirugikan.

Dengan adanya undang-undang ITE setidaknya mampu menjamin kelancaran berbisnis di bidang TI, karena rasa nyaman merupakan modal awal berjalannya suatu bisnis. Kedepannya diharapkan segala kekurangan dari peraturan yang sudah ada mampu ditutupi atau diganti dengan peraturan-peraturan yang lebih ketat dan jelas. Disamping pembenahan dalam diri peraturan di Indonesia, juga perlu pemahaman bagi para penggiat bisnis di bidang TI, seperti pengadaan seminar-seminar tentang bisnis di bidang TI beserta aturan-aturannya. Seminar dapat dimulai dari kampus-kampus yang sedikit banyak pebisnis di bidang TI berangkat dari kampus. Dari situ bisa dibangun pemahaman akan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Minggu, 26 April 2015

Kejahatan IT dan IT Forensik.


Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.

Kejahatan IT (CyberCrime)
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer crime sebagai:
 “…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”.

Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European Community Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai:
“any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”.
Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.
Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.

Contoh Contoh CyberCrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
a.                   Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh kejahatan ini.
b.                  Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
c.                   Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
d.                  Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
e.                  Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
f.                    Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
g.                   Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
h.                  Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
i.                    Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
j.                    Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
k.                   Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
·                     Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
·                     Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya.
·                     Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
·                     Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.

IT Forensik
Secara umum IT forensic adalah ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan fakta dan bukti pelanggaran keamanan sistem informasi serta validasinya menurut metode yang digunakan (misalnya metode sebab-akibat).
IT forensic bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta obyektif dari sebuah insiden / pelanggaran keamanan sistem informasi. Fakta-fakta tersebut setelah diverifikasi akan menjadi bukti-bukti envidence yang akan digunakan dalam proses hukum.

Tools atau perangkat forensic adalah perangkat lunak yang dibuat untuk mengakses data. Perangkat ini digunakan untuk mencari berbagai informasi dalam hard drive, serta menjebol password dengan memecahkan enkripsi. Yang digunakan pada IT forensic dibedakan menjadi 2 yaitu hardware dan software. Dilihat dari sisi hardware, spsifikasi yang digunakan harus mempunyai kapasitas yang mumpuni seperti :
•             Hardisk atau storage yang mempunya kapasitas penyimpanan yang besar,
•             memory RAM antara (1-2 GB),
•             hub.sitch atau LAN, serta
•             Laptop khusus untuk forensic workstations.
Jika dilihat dari sisi software yang digunakan harus khusus dan memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan IT forensic seperti :
•             Write-Blocking Tools untuk memproses bukti-bukti
•             Text Search Utilities (dtsearch) berfungsi sebagai alat untuk mencari koleksi dokumen yang besar.
•             Hash Utility ( MD5sum) berfungsi untuk menghitung dan memverifikasi 128-bit md5 hash, untuk sidik jari file digital.
•             Forensic Acqusition tools (encase) digunakan oleh banyak penegak hokum untuk investigasi criminal, investigasi jaringan, data kepatuhan, dan penemuan elektronik.
•             Spy Anytime PC Spy digunakan untuk memonitoring berbagai aktifitas computer, seperti : seperti: website logs,keystroke logs, application logs, dan screenshot logs.

Ada 4 tahap dalam Komputer Forensik menurut Majalah CHIP:
1.       Pengumpulan Data
Pengumpulan data bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai sumber daya yang dianggap penting dan bagaimana semua data dapat terhimpun dengan baik.

2.       Pengujian
Pengujian mencakup proses penilaian dan meng-ekstrak berbagai informasi yang relevan dari semua data yang dikumpulkan. Tahap ini juga mencakup bypassing proses atau meminimalisasi berbagai feature sistem operasi dan aplikasi yang dapat menghilangkan data, seperti kompresi, enkripsi, dan akses mekanisme kontrol. Cakupan lainnya adalah meng alokasi file, mengekstrak file, pemeriksanan meta data, dan lain sebagainya.

3.       Analisis
Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sejumlah metode. Untuk memberikan kesimpulan yang berkualitas harus didasarkan pada ketersediaan sejumlah data atau bahkan sebaliknya, dengan menyimpulkan bahwa “tidak ada kesimpulan”. Hal tersebut sa ngat dimungkinan kan. Tugas analisis ini mencakup berbagai kegia tan, seperti identifikasi user atau orang di luar pengguna yang terlibat secara tidak langsung, lokasi, perangkat, kejadiaan, dan mempertimbangkan bagaimana semua komponen tersebut saling terhubung hingga mendapat kesimpulan akhir.

4.       Dokumentasi dan Laporan
Mengingat semakin banyak kasus-kasus yang terindikasi sebagai cybercrime, maka selain aspek hukum maka secara teknis juga perlu disiapkan berbagai upaya preventif terhadap penangulangan kasus cybercrime. Komputer forensik, sebagai sebuah bidang ilmu baru kiranya dapat dijadikan sebagai dukungan dari aspek ilmiah dan teknis dalam penanganan kasus-kasus cybercrime.

Kedepan profesi sebagai investigator komputer forensik adalah sebuah profesi baru yang sangat dibutuhkan untuk mendukung implementasi hukum pada penanganan cybercrime. Berbagai produk hukum yang disiapkan untuk mengantisipasi aktivitas kejahatan berbantuan komputer tidak akan dapat berjalan kecuali didukung pula dengan komponen hukum yang lain. Dalam hal ini computer forensik memiliki peran yang sangat penting sebagai bagian dari upaya penyiapan bukti-bukti digital di persidangan.

Pendapat dan Saran
Dengan semakin berkembangnya tehnologi Informasi, itu pasti akan membuat semakin banyak juga ragam kejahatan yang terus dikembangkan. Oleh sebab itu kita harus sangat berhati-hati terhadap semua data penting yang kita punya baik itu offline apalagi yang sudah kita share di internet.
Beberapa saran untuk menanggulangi hal tersebut adalah sebagai berikut :
Ø  Pasang antivirus yang bagus dan selalu update di komputer anda.
Ø  Pastikan semua FD atau apapun yang masuk melalui USB tidak bervirus
Ø  Jangan buka situs yang kurang terpercaya
Ø  Jangan buka iklan iklan yang kurang terpercaya
Ø  Jika memang dibutuhkan Media Penyimpanan Online, Gunakan yang sudah terpercaya seperti google drive
Ø  Jangan Belanja Online di situs yang kurang terpercaya
Ø  Pelajarilah beberapa metode untuk mengantisipasi Cybercrime, agar kita selalu update dalam perkembangan Cybercrime tersebut.

Jumat, 27 Februari 2015

PAPER “STATUS GIZI DI NEGARA MAJU, SEDANG DAN BERKEMBANG”

Konsep Status Gizi
1.    Pengertian Status Gizi
      Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).
      Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2001). Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang (Apriadji, 1986).

      Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).
      Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix, 2005).

2.    Penilaian Status Gizi
      Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
a)  Penilaian Langsung
1)  Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).
2)    Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
3)    Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis (Baliwati, 2004).
4)    Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa, 2002).
b)  Penilaian Tidak Langsung
1)  Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
2)  Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
3)  Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2002).

3.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
a)  Faktor Langsung
1)    Konsumsi Makanan 
Faktor makanan  merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang karena konsumsi makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan  tubuh, baik kualitas maupun  kuantitas  dapat menimbulkan masalah gizi (Khumaidi,1996).
2)    Infeksi
Timbulnya  KEP tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak mendapatkan makanan cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya  dapat menderita  KEP. Sebaliknya anak yang makannya tidak cukup baik, daya tahan tubuh dapat melemah. Dalam keadaan demikian  mudah diserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya mudah terserang KEP (Soekirman, 2000)
b)  Faktor tidak langsung
1)    Tingkat Pendapatan
Pendapatan keluarga  merupakan penghasilan dalam jumlah uang yang akan dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan. Kemiskinan sebagai penyebab  gizi kurang menduduki posisi pertama  pada kondisi yang  umum. Hal ini harus mendapat perhatian  serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar terhadap konsumen pangan. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk keluarga  di negara berkembang sekitar dua pertiganya (Suhardjo, 1996).
2)    Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi ibu merupakan  proses untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat untuk mewujudkan  kehidupan yang  sehat jasmani dan rohani. Pengetahuan ibu  yang ada kaitannya dengan kesehatan dan gizi erat hubungannya  dengan pendidikan  ibu. Semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula pengetahuan  akan kesehatan  dan gizi keluarganya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota keluarga ( Soekirman,2000).
3)    Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa dkk,2002).

STATUS GIZI DI NEGARA MISKIN, BERKEMBANG DAN MAJU
A.     Negara Miskin
     Di negara-negara miskin banyak ditemukan fenomena mengenai status gizi buruk yang sangat meresahkan. Dan yang menjadi korban pada umumnya adalah anak-anak serta remaja Menurut Departemen Kesehatan(tahun 2004),pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3 %). Dalam studi baru-baru ini terhadap 5000 anak sekolah, ditemukan kesenjangan yang mencemaskan dalam hal tinggi badan sebesar 2,3 cm pada anak-anak dengan menu makanan terburuk (anak-nak ini lahir dari keluarga dengan kondisi ekonomi terendah) , kekhawatiran lainnya yang muncul
dari studi itu adalah fakta bahwa pertumbuhan tulang yang buruk (tercermin dalam tinggi badan anak yang lebih pendek) mungkin juga mencerminkan pertumbuhan otak yang buruk . jika menu makanan seorang anak sangat tidak memadai dengan hasil pertumbuhan tulang yang lebih rendah, sepertinya bagian tubuh lain juga tidak berkembang dengan tepat khususnya otak . Padahal gizi yang cukup merupakan suatu kebutuhan vital bagi manusia khususnya remaja yang merupakan periode dimana terjadi perubahan fisik,fisiologis, dan peran sosial yang signifikan dan berdasarkan beberapa sumber,status gizi
pada remaja ini  berpengaruh pada pertumbuhan otak yang tentunya sangat diperlukan fungsinya dalam proses kognitif dan intelektuil.Berdasarkan kutipan dari UNESCO yang menyatakan bahwa nutrisi yang buruk dapat mengakibatkan partisipasi di sekolah yang kurang disertai dengan performa tidak baik di kelas.

B.    Negara Berkembang
      Salah satu masalah pokok kesehatan di negara-negara Sedang berkembang masalah gangguan terhadap kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh kekurangan gizi. Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam asupan makanan sehari-hari hingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Gizi buruk dapat disebabkan oleh daya beli keluarga rendah/ekonomi lemah, lingkungan rumah yang kurang baik, pengetahuan gizi kurang, perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang serta penyediaan sarana pendidikan dan kesehatan yang masih kurang.
      Beberapa hal dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk ini secara langsung maupun tidak langsung, antara lain jenis dan kebiasaan makan, fluktuasi iklim, serta keadaan lingkungan seperti sanitasi yang buruk, pemukiman padat, dan infeksi yang berulang. Dilihat dari faltor-faktor di atas disebutkan bahwa negara berkembang seperti Indonesia cenderung mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami banayak kasus gizi buruk. (Markum, 1991).
      World Healt Organization (WHO), menjelaskan bahwa permasalahan gizi dapat ditunjukan dengan besarnya angka kejadian gizi buruk di negara tersebut. Angka kejadian gizi buruk di Indonesia menduduki peringkat ke 142 dari 170 negara dan terendah di ASEAN.Data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk pada balita tahun 2002 meningkat 8,3% dan gizi kurang 27%. Tahun 2007 lalu tercatat sebanyak 4 juta balita di Indonesia mengalami gizi kurang dan 700 ribu anak dalam kategori gizi buruk.
     Indonesia merupakan salah satu  negara berkembang, pada saat ini mengalami beban ganda masalah gizi,ketika permasalahan gizi kurang  belum terselesaikan, muncul permasalahan gizi  lebih (Novita, 2007). Prevalensi  overweight  anak laki-laki usia 6-14 tahun sebesar 9,5% (2007) meningkat menjadi  10,7% (2010) dan pada perempuan sebesar 6,4% (2007) meningkat menjadi  7,7% (2010) (Riskesdas 2007;Riskesdas2010).

C.    Negara Maju

      Saat ini  overweight dan obesitas merupakan epidemik di negara maju,negara berkembang, dan beberapa negara Asia tertentu.  Prevalensi overweight dan obesitas di  beberapa negara Asia meningkat tajam, di Korea Selatan  prevalensi  overweight dan obesitas pada tahun 1998 sebesar 26,3% dan 2,5% meningkat menjadi 29,5% dan 3% pada tahun 2001,  di Jepang prevalensi  overweight dan obesitas pada tahun 1995 sebesar 22,4% dan 2,4% meningkat menjadi 23,2% dan 3,1% pada tahun 2004. Prevalensi  overweight dan obesitas di  Thailand  pada tahun 1995 sebesar  10% dan 5,2% meningkat menjadi 26,2% dan 5,7% pada tahun 2008, di Singapura prevalensi  overweight dan obesitas sebesar 24,4% dan 5,2% (1998) meningkat menjadi 26,2% dan 5,7% (2008), di Malaysia prevalensi overweight dan obesitas sebesar 20,7% dan 5,8% (1996) meningkat menjadi 47,9% dan 16,3% (2006), di Filipina prevalensi  overweight  dan obesitas pada tahun 1998 sebesar 15,8% dan 2,7% meningkat menjadi 24% dan 4,3% pada tahun 2006 (Hamam, 2005; WHO, 2008).